Diberdayakan oleh Blogger.

Labels

Islam dan Kimia

Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah). Al-Baqarah (2) : 269

Nyamuk dan Ibu

Nyamuk dan Ibu Kalau melihat nyamuk yang berterbangan dan hinggap di kulit, jadi ingat Mama di rumah.. (Loh kok? apa hubungannya?) :)

Doa Sahabat

Sesungguhnya do’a seseorang kepada saudaranya karena Allah adalah do’a yang mustajab" (H.R. Bukhari)

Rabu, 14 Agustus 2013

Ngaruag


Baru ngedenger lagi istilah ini tadi pagi :)
Ngaruag itu istilah Basa Sunda, yang kalau dalam Bahasa Indonesia artinya membongkar. Biasanya istilah ini dipakai kalau ada rumah yang mau dibangun ulang, sehingga perlu untuk dibongkar secara keseluruhan. Alasannya, mungkin karena struktur rumah yang lama tidak cukup memungkinkan untuk digunakan kembali saat akan direnovasi. Terutama struktur dari fondasi.

Contohnya, jika ada satu rumah tua, yang memang pada saat dibangun diperuntukkan untuk satu lantai, sehingga pembuatan fondasi rumah disesuaikan hanya untuk rumah satu lantai. Nah, kalau sang pemiliki rumah ingin merenovasinya, dan ingin menambah jumlah lantai rumahnya, maka rumah perlu dibongkar, untuk membuat fondasi yang lebih kuat.

Hal yang menarik adalah proses pembongkaran rumah tersebut. Biasanya kalau di negara maju, pembongkaran bangunan dilakukan dengan alat berat, sehingga cukup dikerjakan oleh satu orang driver alat berat untuk meratakan bangunan tersebut. Di kampung saya, yang notebene-nya berada di negara yang sedang berkembang, tidak menggunakan alat berat. Disini kami mengandalkan alat sederhana dan prinsip gotong-royong.

Pertama, dilepaskan satu-persatu genting dari atapnya, dan ini dilakukan secara estafet, jika dilihat dari kejauhan seperti semut yang sedang bekerjasama. Lalu dilanjutkan dengan pembongkaran rangka atap yang terbuat dari kayu. Hal yang juga cukup menarik, proses pekerjaan ini diselingi dengan acara makan bersama, yang makanannya disediakan oleh pemilik rumah dan dibantu oleh tetangga dalam memasaknya.

Beda daerah, beda adat-istiadat, tentu beda kebiasaan. Jika dari segi efektivitas kerja, tentu saja metode yang digunakan di negara maju sangat baik dibandingkan dengan metode konvensional di kampung saya. Tapi ada hal yang sangat saya syukuri dari cara tradisional ini, yaitu silaturrahim yang selalu terjaga. Karena yang mengerjakan tidak hanya pekerja yang dibayar, tapi tetangga yang tidak dibayar pun ikut membantu. Bahkan ada tetangga saya yang berprofesi sebagai driver ojek motor, merelakan penghasilannya hari itu untuk tidak bekerja demi ikut membantu kegiatan ini.

Satu hal yang bisa kita tarik dari kegiatan ini. Di saat sistem kapitalisme berkembang yang hanya mementingkan keuntungan materi, dan praktik-praktik korupsi yang diperlihatkan oleh oknum pejabat yang haus kekayaan, ternyata masih ada hati-hati tulus yang ikhlas membantu sesama tanpa mengharap balasan dunia.

Selasa, 13 Agustus 2013

Time is Ibadah


بِسۡمِ اللهِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِيۡمِ

وَالۡعَصۡرِۙ‏ ﴿۱﴾  اِنَّ الۡاِنۡسَانَ لَفِىۡ خُسۡرٍۙ‏ ﴿۲﴾  اِلَّا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوۡا بِالۡحَقِّ   ۙ وَتَوَاصَوۡا بِالصَّبۡرِ ﴿۳﴾



Demi masa (1) Sungguh, manusia berada dalam kerugian, (2) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran, dan saling menasihati untuk kesabaran. (3) (QS Al-'Ashr: 1-3)

Al-'Ashr berarti masa (waktu-pen) yang di dalamnya berbagai aktivitas anak cucu Adam berlangsung, baik dalam wujud kebaikan maupun keburukan. Allah Ta'ala telah bersumpah dengan masa tersebut bahwa manusia itu dalam kerugian, yakni benar-benar merugi dan binasa. Allah memberikan pengecualian dari kerugian itu bagi orang-orang yang beriman dengan hati mereka dan mengerjakan amal shalih melalui anggota tubuhnya (Tafsir ibnu Katsir Juz 30).

Surat di atas menunjukkan bahwa Islam memiliki konsep tersendiri mengenai "waktu". Bila di barat ada pepatah "Time is Money", yaitu waktu adalah uang, maka manusia akan selalu termotivasi mengisi waktunya dengan kegiatan yang dapat menambah pundi-pundinya dengan uang. Namun, Islam memiliki konsep "Time is Ibadah", yang berarti manusia dalam hidupnya harus sebanyak mungkin mengisi waktunya dengan ibadah.

"Lah, kalau ibadah terus, kapan dong bisa kerjanya? Kan untuk hidup manusia membutuhkan uang?"

Yap, betul, Allah memang melarang kita hanya fokus untuk urusan akhirat dan melupakan urusan dunia. Hal ini terkandung dalam ayat berikut:

وَابۡتَغِ فِيۡمَاۤ اٰتٰٮكَ اللّٰهُ الدَّارَ الۡاٰخِرَةَ‌ وَلَا تَنۡسَ نَصِيۡبَكَ مِنَ الدُّنۡيَا‌ وَاَحۡسِنۡ كَمَاۤ اَحۡسَنَ اللّٰهُ اِلَيۡكَ‌ وَلَا تَبۡغِ الۡـفَسَادَ فِى الۡاَرۡضِ‌ؕ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الۡمُفۡسِدِيۡنَ‏ ﴿۷۷
"Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan." (QS Al-Qasas: 77)

Namun bukan berarti, kita diperbolehkan bermegah-megah dalam kehidupan dunia, sehingga membuat kita sombong atas keberhasilan dan nikmat dunia yang kita capai. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Qurthubi dalam Al Jaami’ li Ahkamil Qur’an (7: 199), “Hendaklah seseorang menggunakan nikmat dunia yang Allah berikan untuk menggapai kehidupan akhirat yaitu surga. Karena seorang mukmin hendaklah memanfaatkan dunianya untuk hal yang bermanfaat bagi akhiratnya. Jadi ia bukan mencari dunia dalam rangka sombong dan angkuh.” (rumahsyo.com)

Niatkanlah urusan dan nikmat dunia untuk mencapai kebahagiaan di akhirat, yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Sehingga perbuatan kita bisa dicatat sebagai amal kebaikan. Misalnya saja meniatkan bekerja untuk menjalankan perintah Allah menafkahi keluarga, meniatkan makan untuk memberi hak badan dan agar kuat dalam menjalankan aktivitas ibadah lain, meniatkan mandi agar bersih saat melakukan ibadah kepada Allah.

Dengan begitu, waktu kita yang 24 jam sehari mudah-mudahan selalu diisi dengan ibadah sebanyak-banyaknya kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Jadi, mari kita sama-sama meluruskan niat untuk mendapat ridha Allah dalam setiap amalan yang kita lakukan.

Wallahu a'lam bish-shawabi.

Senin, 12 Agustus 2013

Kisah Pemuda yang Ingin Berzina


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Jarir, telah menceritakan kepada kami Salim ibnu Amir, dari Abu Umamah, bahwa pernah ada seorang pemuda datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu pemuda itu bertanya,"Wahai Rasulullah, izinkanlah aku berbuat zina." Maka kaum yang hadir memusatkan pandangan mereka ke arah pemuda itu dan menghardiknya seraya berkata, "Diam kamu, diam kamu!"

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Dekatkanlah dia kepadaku." Maka pemuda itu mendekati Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam jaraknya yang cukup dekat, lalu Rasulullah bersabda, "Duduklah!" Pemuda itu duduk, dan Nabi bertanya kepadanya. "Apakah kamu suka perbuatan zina dilakukan terhadap ibumu?"

Pemuda itu menjawab, Tidak, demi Allah, semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu." Rasulullah bersabda, "Orang lain pun tentu tidak suka hal tersebut dilakukan terhadap ibu-ibu mereka."

Rasulullah bertanya, "Apakah kamu suka bila perbuatan zina dilakukan terhadap anak perempuanmu?" Pemuda itu menjawab, Tidak, demi Allah, wahai Rasulullah, semoga diriku menjadi tebusanmu." Rasulullah bersabda menguatkan, "Orang lain pun tentu tidak suka hal tersebut dilakukan terhadap anak perempuan mereka."

Rasulullah bertanya, "Apakah kamu suka bila perbuatan zina dilakukan terhadap saudara perempuanmu?" Pemuda itu menjawab, Tidak, demi Allah, semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu." Rasulullah bersabda menguatkan, "Orang lain pun tentu tidak suka hal tersebut dilakukan terhadap saudara perempuan mereka."

Rasulullah bertanya, "Apakah kamu suka bila perbuatan zina dilakukan terhadap bibi (dari pihak ayah)mu?" Pemuda itu menjawab, Tidak, demi Allah, semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu." Rasulullah bersabda menguatkan, "Orang lain pun tentu tidak suka hal tersebut dilakukan terhadap bibi (dari pihak ayah) mereka."

Rasulullah bertanya, "Apakah kamu suka bila perbuatan zina dilakukan terhadap bibi (dari pihak ibu)mu?" Pemuda itu menjawab, Tidak, demi Allah, semoga Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu." Rasulullah bersabda menguatkan, "Orang lain pun tentu tidak suka hal tersebut dilakukan terhadap bibi (dari pihak ibu) mereka."

Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihu wa sallam meletakkan tangannya ke dada pemuda itu seraya berdoa:

"Ya Allah, ampunilah dosanya dan bersihkanlah hatinya serta peliharalah farjinya."

Maka sejak saat itu pemuda tersebut tidak lagi menoleh kepada perbuata zina barang sedikit pun. [HR. Abu Umamah/Ahmad]

Referensi: Tafsir Ibnu Katsir

Perbuatan yang Sangat dibenci Allah


Dalam Surat Al-Isra’ ayat 22 sampai 37 disebutkan perbuatan-perbuatan yang Allah larang dilakukan oleh manusia. Dan ditegaskan dalam ayat Al-Isra’ ayat 38 bahwa semua perbuatan itu kejahatannya sangat dibenci oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

كُلُّ ذَٲلِكَ كَانَ سَيِّئُهُ ۥ عِندَ رَبِّكَ مَكۡرُوهً۬ا (٣٨
“Semua itu kejahatannya sangat dibenci di sisi Tuhanmu.” (Al-Isra’: 38)

Pada ayat 22, disebutkan bahwa manusia dilarang untuk syirik atau mempersekutukan Allah. Jika manusia melakukan hal itu, maka akan tercela dan terhina. Dalam tafsir Ibnu Katsir, maksud terhina (ditinggalkan Allah) disini yaitu Allah tidak akan menolongmu, bahkan Dia menyerahkanmu kepada sekutu yang kamu sembah itu bersama Allah, padahal sekutu Allah itu tidak dapat menimpakan mudarat dan tidak pula memberikan manfaat kepadamu. Karena sesungguhnya yang memiliki mudarat dan manfaat hanya Allah semata. Tidak ada sekutu bagi-Nya.

لَّا تَجۡعَلۡ مَعَ ٱللَّهِ إِلَـٰهًا ءَاخَرَ فَتَقۡعُدَ مَذۡمُومً۬ا مَّخۡذُولاً۬ (٢٢
“Janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau menjadi tercela dan terhina.” (Al-Isra’: 22)

Pada ayat selanjutnya, Allah melarang seorang anak untuk mengucapkan perkataan yang tidak baik kepada kedua orang tuanya. Bahkan perkataan “ah” saja tidak diperbolehkan, apalagi perkataan atau perlakuan yang lebih kasar dari itu.

فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ۬ وَلَا تَنۡہَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلاً۬ ڪَرِيمً۬ا (٢٣
“..maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (Al-Isra’: 23)

Selanjutnya, dalam ayat 26, Allah melarang kita untuk berlaku boros, yaitu dengan menghambur-hamburkan harta secara berlebihan. Justru kita diperintah untuk memberikan hak kepada kerabat dekat, orang miskin dan orang yang sedang dalam perjalanan.

وَءَاتِ ذَا ٱلۡقُرۡبَىٰ حَقَّهُ ۥ وَٱلۡمِسۡكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرۡ تَبۡذِيرًا (٢٦
“Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (Al-Isra’: 26)

Pada ayat 29, Allah melarang manusia untuk kikir atau pelit dalam berinfak, dan Allah pun melarang kita boros dalam membelanjakan harta. Jika manusia melakukan itu, Allah memperingatkan kita bahwa kita akan menjadi tercela bagi yang kikir, dan menyesal bagi yang boros.

وَلَا تَجۡعَلۡ يَدَكَ مَغۡلُولَةً إِلَىٰ عُنُقِكَ وَلَا تَبۡسُطۡهَا كُلَّ ٱلۡبَسۡطِ فَتَقۡعُدَ مَلُومً۬ا مَّحۡسُورًا (٢٩
“Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu, dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkan, nanti kamu menjadi tercela dan menyesal.” (Al-Isra’: 29)

Dalam ayat 31, Allah melarang manusia untuk membunuh anak-anaknya karena takut miskin. Karena hal tersebut merupakan suatu dosa yang besar. Hal ini karena di masa jahiliyah, orang tua tidak memberikan warisan kepada anak perempuannya, bahkan ada kalanya seseorang membunuh anak perempuannya agar tidak berat bebannya (Tafsir Ibnu Katsir).

وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَوۡلَـٰدَكُمۡ خَشۡيَةَ إِمۡلَـٰقٍ۬‌ۖ نَّحۡنُ نَرۡزُقُهُمۡ وَإِيَّاكُمۡ‌ۚ إِنَّ قَتۡلَهُمۡ ڪَانَ خِطۡـًٔ۬ا كَبِيرً۬ا (٣١
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka, dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar.” (Al-Isra’:31)

Pada ayat 32, Allah melarang manusia untuk mendekati zina. Allah subhanahu wa ta’ala melarang hamba-hamba-Nya berbuat zina, begitu pula mendekatinya dan melakukan hal-hal yang mendorong dan menyebabkan terjadinya perzinaan (Tafsir Ibnu Katsir).

وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓ‌ۖ إِنَّهُ ۥ كَانَ فَـٰحِشَةً۬ وَسَآءَ سَبِيلاً۬ (٣٢
“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Isra’: 32)

Pada ayat 33, Allah melarang manusia untuk membunuh orang yang diharamkan Allah membunuhnya, kecuali dengan alasan yang benar. Yang dimaksud dengan alasan yang benar yaitu yang dibenarkan oleh syariat, seperti qisas, membunuh orang murtad, rajam dan sebagainya.

وَلَا تَقۡتُلُواْ ٱلنَّفۡسَ ٱلَّتِى حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلۡحَقِّ (٣٣
“Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan suatu (alasan) yang benar..”(Al-Isra’: 33)

Selanjutnya, pada ayat 34, manusia dilarang oleh Allah untuk mendekati harta anak yatim. Dalam Tafsir Ibnu Katsir, maksudnya, janganlah kalian menggunakan harta anak yatim kecuali dengan niat untuk melestarikannya.

وَلَا تَقۡرَبُواْ مَالَ ٱلۡيَتِيمِ إِلَّا بِٱلَّتِى هِىَ أَحۡسَنُ حَتَّىٰ يَبۡلُغَ أَشُدَّهُ ۥ‌ۚ وَأَوۡفُواْ بِٱلۡعَهۡدِ‌ۖ إِنَّ ٱلۡعَهۡدَ كَانَ مَسۡـُٔولاً۬ (٣٤
“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai dia dewasa, dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggung-jawabannya.” (Al-Isra’:34)

Pada ayat 36, Allah melarang kita untuk mengikuti sesuatu yang tidak kita ketahui. Kesimpulan dari beberapa pendapat ulama dapat dikatakan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala melarang mengatakan sesuatu tanpa pengetahuan, bahkan melarang mengatakan sesuatu berdasarkan zan (dugaan) yang bersumber dari sangkaan dan ilusi (Tafsir Ibnu Katsir).

وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌ‌ۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡـُٔولاً۬ (٣٦
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggung-jawabannya.” (Al-Isra’: 36)

Pada ayat 37, Allah melarang manusia untuk sombong. Allah melarang hamba-hamba-Nya bersikap angkuh dan sombong dalam berjalan. Yakni dengan langkah-langkah yang angkuh seperti langkahnya orang-orang yang sewenang-wenang (Tafsir Ibnu Katsir).

وَلَا تَمۡشِ فِى ٱلۡأَرۡضِ مَرَحًا‌ۖ إِنَّكَ لَن تَخۡرِقَ ٱلۡأَرۡضَ وَلَن تَبۡلُغَ ٱلۡجِبَالَ طُولاً۬ (٣٧
“Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi, dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.” (Al-Isra’: 37)

Demikian, semoga Allah memelihara kita dan menjauhkan kita dari hal-hal yang dibenci oleh-Nya. Aamiin yaa rabbal ‘aalamiin.